Tragedi 21 Mei 2013

Siang itu selasa 21 Mei 2013 cuaca di seputaran Sleman lumayan mendung dan tanpa hujan seperti hari-hari sebelumnya. Bermula dari card reader macbook entah kenapa tak sanggup membaca memori card kamera yang sudah penuh. Akhirnya minta tolong adik ipar untuk antar ke toko yang jualan card reader.

kaki bengkak Hari ke 2 Kaki Bengkak, Seminggu Baru Mulai Hilang

Sudah keliling di dekat rumah daerah Cebongan yg fenomenal karena kasus kopasus menyerang narapidana beberapa waktu yang lalu, akan tetapi tidak mendapatkan card reader yg lumayan. Adanya card reader kecil-kecil yang berdasarkan pengalaman sebelumnya kalau digunakan untuk transfer butuh waktu yang cukup lama.

Akhirnya mencari ke timur (sebutan orang Sleman jika ingin pergi ke Jogja kota). Setelah berkeliling sebentar akhirnya menemukan toko aksesoris komputer dan menemukan card reader yang saya mau kemudian pulang. Nah disinilah awal mula musibah itu, dalam perjalanan pulang saya dan adik ipar yang menggunakan motor itupun melalui jalur lambat sebagaimana mestinya yang konon itu jalur khusus kendaraan roda dua, kecuali ada momen khusus yang mobil diperbolehkan masuk jalur lambat yang biasanya ditandai ada polisi yang sedang mengatur. Hari itu tanpa ada tanda tersebut, artinya mobil tidak boleh masuk.

Entah kenapa tiba-tiba pas setelah kampus UTY sebelum perempatan lampu merah dekat RS UGM itu dibelakang kami ada mobil yang berusaha mendahaului di jalur lambat tanpa klakson sebagai tanda menyuruh kami minggir. Yang terlihat cuma sepintas mobil mirip Honda Jazz berwarna biru (telur bebek) agak gelap yang tiba-tiba sudah nyenggol kami dari sebelah kanan.

Beberapa saat adik ipar sudah berusaha stabil dengan menyadarakan diri di mobil agar tak jatuh. Ah tapi usaha itu gagal, karena kecepatan kami saat itu lumayan lambat skitar 40km/jam dan kecepatan mobil di atas itu, ditambah setelah sadar telah menyenggol kami, mobil itupun menambah kecepatannya. Dengan hitungan detik sayapun terjungkal di aspal kemudian adik ipar menyusul. Cerita terjungkal di aspal itupun sangat cepat sehingga menyusahkan saya untuk mengingat apa saja yang telah terjadi.

Kamipun segera bangun, terlihat jaket saya sudah compang camping, darah mengalir di jari-jari tangan kanan dan kaki sebelah kanan dari paha sampai jari-jari, serta pelipis kiri sudah terasa perih. Beberapa detik kemudian ada becak motor yang lewat dijalur cepat teriak kejar mobilnya mas. Adik iparpun spontan mendirikan motor dan berusaha jalan, tapi sayang motor tak bisa jalan karena rem belakang patah.

Ada satu motor yang nyamperin kami ngajak untuk mengejar mobil itu, dan saya menunggu di tempat dimana saya jatuh, sambil duduk di bawah pohon. BBM pun berbunyi, sebuah pesan dari istri pesan burger itupun saya iyakan tanpa menghiraukan lagi menahan sakit demi misi menutupi kejadian tersebut, paling tidak menunda memberitahu sebelum saya berada di depannya. Namun sayang adik ipar kehilangan jejak, dan entah kemana mobil yang ‘menabrak’ kami itu.

Yasudah akhirnya mampir ke bengkel sebentar benerin motor adik ipar agar bisa jalan kembali. Sebelum pulang tak lupa mampir UGD untuk bersihin luka-luka saya, kemudian mampir beli burger. Sampai dirumah, istri lagi baring-baring, dengan pelan-pelan saya cium keningnya, dan saya serahkan burger pesannya.

Setelah merhatiin suaminya yang jidatnya dalam keadaan lecet, ya sukses membuat dia kaget dan dari sinilah kontraksi kelahiran anak pertama dimulai. Hanya bisa menghibur diri dan bilang saya tidak apa-apa dan jelasi apa yang telah terjadi pada istri dan mertua serta tetangga yang langsung pada heboh.

Akhir kata, saya sebagai pendatang di kota ini hanya bisa menyimpulkan, diantara orang-orang santun ini masih ada orang jahat yang tidak bertanggung jawab seperti sopir mobil yang menabrak saya itu. Sampai saat ini, luka-luka sudah mulai mengering, dan beberapa bagian juga sudah mulai bisa dikelupar. Wes ah mau gendong anak dulu, cerita lanjutan soal kontraksi dilanjutin ke postingan selanjutnya saja.